Inilah Takfiri. Mereka percaya pada hal-hal yang
sama sekali sulit dijelaskan. Mereka percaya pada konspirasi global untuk
membabat mereka, melalui anasir internal dan eksternal.
Pertanyaan: Mengapa kita harus percaya pada hukum
kausalitas? Mengapa kita mesti percaya bahwa sebab A akan melahirkan akibat A
dan demikian seterusnya?
Baik. Kita ambil sederhananya saja: Sebab hanya melalui
kausalitas inilah kita dapat memahami alam beserta segenap gejala dan peristiwa
di dalamnya. Tanpa hukum ini nyaris mustahil kita memaknai dan memahami apapun.
Segalanya menjadi tak berarti, acak-acakan, berantakan, buram, leleh dan rembuh
rembai. Bak orang bercermin di kaca yang rengat atau melihat pemandangan yang
sangat kabut. Tanpa hukum alam ini mungkin kita bakal mendinginkan tubuh justru
dengan api atau menggoreng roti dengan air.
Nah, mereka yang memandang dunia seperti itu melihat
segalanya buram dan tak ada fokus. Biasanya orang seperti ini bakal mati-matian
menegaskan yang tidak tegas, meyakin-yakinkan sesuatu yang mereka bayangkan dan
melakukan sugesti yang kuat agar dapat meraba-raba keburaman yang terpaksa dia
lalui. Jika Anda mendengar pernyataan atau membaca tulisan mereka, maka Anda
seperti sedang menyelami lautan gelap di negeri antah berantah yang tidak
bertepi. Logika nyaris tidak bermakna di sana, seperti tidak bermaknanya usaha
mengajak bicara umbi-umbian. Manusia waras takkan mampu memasuki dunia ini
kecuali ikut larut dalam kegilaannya. Inilah intisari jahiliah. Allah pun
menyuruh Nabi-Nya dan kaum beriman untuk segera berpaling dari mereka, demi
keselamatan jiwa dan raga mereka. Allah berfirman: “Jadilah engkau pemaaf dan
suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari orang-orang
yang bodoh (jahil).” (QS. 7: 199).
Nah, Celakanya, golongan wahhabi takfiri tak percaya pada
hukum sebab-akibat ini, satu-satunya hukum yang bisa menjelaskan apapun di alam
ini, sehingga mereka terjatuh dalam jurang kebodohan secepat meteor melesat.
Mereka percaya pada sesuatu yang sama sekali tak bisa dijelaskan oleh akal
sehat, falsafah hidup atau pandangan agama lurus manapun. Mereka percaya bahwa
Allah sedemikian dekat dengan mereka. Bahwa Allah telah memberikan seluruh
kekuatan-Nya pada mereka, tanpa perlu ada usaha apa-apa kecuali berteriak
memanggil-manggil asma-Nya. Bahwa seluruh alam ini tunduk pada kemauan mereka
seperti semuanya tunduk pada-Nya. Bahwa keinginan mereka adalah keinginan-Nya.
Bahwa sekalipun fakta tidak menunjukkan realisasi keinginan mereka maka selalu
ada tafsir, takwil dan ilusi yang bisa menjelaskannya. Bahwa mereka itu juga
merupakan manusia-manusia yang telah sampai pada tingkat keimanan yang setara
dengan Nabi Muhammad atau setidaknya para sahabat terdekat beliau. Bahwa wahyu
Allah yang turun untuk Nabi Muhammad juga turun untuk mereka. Bahwa mereka
adalah para sahabat Nabi yang paling dekat dan setia. Bahwa ucapan dan perilaku
mereka setara dengan Sunnah. Dan akhirnya mereka percaya bahwa bantuan Allah
pada Nabi Muhammad untuk menegakkan kalimat dan agama-Nya dengan berbagai
mukjizat itu juga akan berlaku pada mereka. Seluruh dunia akan mereka taklukkan
dengan teriakan takbir yang selantang dan sekeras yang bisa didengar telinga
manusia biasa.
Inilah Takfiri. Mereka percaya pada hal-hal yang sama sekali
sulit dijelaskan. Mereka percaya pada konspirasi global untuk membabat mereka,
melalui anasir internal dan eksternal. Anasir internal terdiri atas kaum Muslim
yang agamanya, menurut mereka, telah tercemar berbagai bid’ah, kesesatan dan
ujungnya -- lagi-lagi menurut mereka -- adalah syirik. Para penganut mazhab
Syiah dan tarekat-tarekat Sufi adalah yang paling mereka benci, bahkan dalam
bahasa mereka lebih berbahaya daripada zionis Israel atau kafir manapun.
Lalu di balik musuh dalam selimut ini ada pula yang mereka
gambarkan sebagai musuh-musuh di luar selimut yang tak habis-habisnya membenci
Islam dan berhasrat membantai semua Muslimin sehingga harus ditanggapi dengan
pedang dan hanya dengan pedang semata. (Catatan: bagi takfiri seorang tidak
dianggap Muslim meskipun telah menyatakan diri sebagai Muslim dan bersaksi akan
keesaan Allah dan Muhammad sebagai Nabi terakhir-Nya ).
Selanjutnya, tatkala mereka tak menemukan cara untuk
mengalahkan musuh-musuh luar mereka, seperti Israel dan Amerika Serikat yang
menjajah mereka, maka mereka akan mencari dalih—yang tentu saja selalu tersedia
bagi mereka yang tak percaya logika dan konteks—untuk mempersalahkan situasi
sekitar dan, ini yang ironis, memeranginya. Dan dengan alasan inilah rezim
Saddam dan sejumlah raja Arab dengan mudah menggelandang mereka untuk berperang
dengan Iran selama 8 tahun. Gagal mencapai apapun dari perang terpanjang abad
20 itu, mereka pun mencari-cari musuh yang lebih dekat lagi. Kali ini mereka
mengobarkan perang dengan kelompok-kelompok Sunni yang semazhab dengan mereka.
Perang saudara pun meletus di tahun awal 80-an di Suriah dan 90-an di Aljazair
dengan bahan bakar utama yang bernaung di bawah metonim salafisme takfiri ini.
Sekian lama berperang melawan musuh bayangan yang tidak terlihat dan memakan
ratusan ribu korban, rezim Assad Senior berhasil mengalahkan mereka demikian
pula rezim militer Aljazair.
Di saat kegagalan sudah di depan mata, mereka memberangus
udara kebebasan rakyat Afghanistan yang baru saja direbutnya dari Uni Soviet.
Sebuah rezim misogonistik dan drakonian Taliban pun berdiri dengan ilusi
kembali ke masa 1.400 tahun silam, tanpa sedikitpun memperhatikan konteks,
logika dan hukum sebab-akibat. Dan manakala segalanya tampak tidak berjalan
sesuai waham mereka, maka sekonyong-konyong kelompok ini meledakkan menara
kembar WTC di New York.
Ribuan warga sipil AS mati di tengah sorak-sorai takfiri di
seluruh dunia, terutama di Afghanistan. Otak cupet mereka mengkhayalkan bahwa
dengan serangkain aksi bunuh diri maka dunia Barat akan hancur berkeping-keping
dan 1 milyar lebih Muslim dunia akan tertunduk kagum mendukung mereka.
(Catatan: tentu saja asumsi ini tidak bertentangan dengan sejumlah teori
konspirasi yang menyatakan banyaknya kejanggalan dalam tragedi 11 September
tersebut. Namun demikian, pikiran yang muncul dalam benak takfiri sama sekali
tidak bersandar pada teori konspirasi atau teori apapun juga. Semuanya hanya
berputar pada hampanya kekosongan otak mereka).
Apa yang terjadi kemudian di alam nyata? Dunia Barat di
bawah komando AS memburu mereka mereka di seluruh dunia, termasuk ke
lobang-lobang gua persembunyian mereka di pegunungan Afghanistan. Satu demi
satu tokoh mereka mati. Mereka tak berhasil melakukan apa pun kecuali berdusta
dan menabur nubuat-nubuat kemenangan tentang mujahidin yang bakal mengibarkan
bendera-bendera hitam menyambut ’Imam Mahdi’. Puncaknya, Afghanistan hingga
hari ini luluh lantak diterpa badai perang saudara. Belum ada hasil apapun di Afghanistan,
para takfiri ini kembali berjejal menyesaki Irak. Menghadapi invasi militer
asing, kaum takfiri tak punya orientasi yang jelas--segalanya seperti buram di
depan mereka. Alih-alih mengerahkan seluruh tenaga untuk melawan invasi asing
tersebut, mereka malah memunculkan bahaya ’kebangkitan rofidhoh Syiah’ Irak,
yang, dalam banyak kesempatan, juga mereka sebut sebagai ’agen AS dan Iran’.
Bisa dibayangkan apa hasilnya? Konflik horisontal meletup di
mana-mana, dengan dalih mempertahankan eksistensi mazhab Sunni menghadapi
mayoritas Syiah Irak. Hasilnya, Syiah justru menguat dan merebut pucuk pimpinan
pemerintahan lewat proses pemilu yang demokratis. Aksi-aksi bom bunuh diri
mereka yang pada tahun 2013 lampau saja telah merenggut 8.000 nyawa, sampai detik
ini, tak berdampak apa-apa. Tak ada perubahan peta politik atau kemenangan
dalam makna yang konkret. Warga Syiah Irak kian rajin mengekspresikan diri
dalam berbagai bidang, termasuk dalam ritual yang menyakitkan hati kaum takfiri
seperti ziarah kubur dan tawasul. Teror bom bunuh diri pun perlahan-lahan
menjadi rutinitas hidup sehari-hari bagi kebanyakan warga Irak. Tidak ada lagi
orang Syiah yang ketakutan dan kalang kabut menghadapi ledakan bom, di mana pun
dan kapan pun.
Tentu saja, kegagalan sistemik ini tidak berarti apa-apa
bagi golongan orang yang tidak mengakui kausalitas, menolak logika dan
melepaskan diri dari konteks. Selama ada orang bodoh di bumi ini, selama itu
pula ideologi anti-akal ini dapat bertahan dan mungkin tumbuh merekrut ribuan calon
pelaku bunuh diri. Meski demikian, selaras dengan watak ideologi anti akal dan
kewarasan in, mereka takkan pernah mampu mengumpulkan jumlah manusia yang cukup
signifikan untuk dapat disebut mayoritas, di mana pun juga. Bahkan, pertumbuhan
jumlah penganut ideologi ini akan berbanding terbalik dengan kemampuannya
bertahan dalam ekstremitas dan absurditas, sebagaimana dapat kita lihat dalam
situasi terkini di Suriah.
Seperti kita ketahui, tahun 2011 lalu Timur Tengah
menyaksikan serangkain pergolakan yang disebut-sebut dengan Musim Semi Arab. Di
Libya bau amis darah menjadi magnit bagi kaum takfiri untuk berbondong-bondong
datang dan mengobarkan jihad. Konon mereka mencita-citakan semacam khilafah
Islam global dari Tonja Jakarta. Namun sialnya, sampai detik ini konflik
bersenjata masih terjadi di Libya di antara faksi-faksi takfiri ini sendiri.
Pada saat wabah krisis menjalar ke Suriah dan melahirkan
siklus kekerasan yang menelan lebih dari 200.000 nyawa, kelompok penganut
ideologi waham takfiri dari 80-an negara itu pun berduyun-duyun menjamur di
bumi Syam. Kali ini, hasrat membunuh, membantai dan memamerkan aksi-aksi
masokis dan sadistik mereka dijustifikasi oleh dugaan ’kebrutalan’ rezim Assad.
Mula-mula mereka mengira akan meraih kemenangan ekspres.
Faktanya, kemenangan melawan militer Suriah yang didukung
oleh aliansi geopolitik yang kuat takkan pernah mudah diraih. Ratusan ribu
korban berjatuhan tapi tampaknya kian hari pemerintahan Suriah di bawah Assad
tampak kian kebal. Sialnya, waham meraih kemenangan kilat yang tak kunjung
datang, membuat mereka makin merayang dan menolak kausalitas. Bumbu berbagai
nubuat dari hadis-hadis yang tak pernah melalui proses verifikasi ilmiah yang
mumpuni, yang telah mereka guyur ke seantero dunia Islam, seperti tak mempan
membuat kemajuan apa-apa. Teriakan takbir dan waham superioritas mereka atas
seluruh kelompok manusia lain bak menggantang asap mengukir langit. Dan
puncaknya, mereka yang merasa selalu dekat dengan Allah karena telah “berjihad”
di jalan-Nya, mulai curiga pada sekelilingnya. Pada saat inilah mereka mulai
saling bunuh dan saling gorok.
Faksi-faksi paramiliter yang bergabung Al-Daulah
Al-Islamiyyah fi Al-Iraq wa Al-Syam (yup, tak salah jika disingkat menjadi
“Daesy”) akhirnya berperang habis-habisan melawan faksi-faksi paramiliter yang
bergabung dengan Jabhah An-Nusra dan Jaisy Al-Islam. Kedua belah pihak telah
saling mengkafirkan dan menghalalkan darah masing-masing. Aksi-aksi bom bunuh
diri yang dulu menyerang target-target militer Suriah kini menyasar
markas-markas faksi-faksi militer takfiri sendiri.
Sejak 4 Januari kemarin, perang saudara kembar ini kian
sengit. Dalam sepekan saja, perang kanibalistik yang mengubur seluruh jargon
tentang revolusi sipil di Suriah itu telah menelan lebih dari 500 nyawa.
Pertanyaannya, mengapa mereka saling menyerang dan membunuh?
Di sinilah uniknya ideologi takfiri: jika Anda tak bisa mengalahkan musuh, maka
carilah musuh yang paling dekat untuk dapat meningkatkan moral Anda dalam
berperang. Dan jika musuh terdekat pun tak bisa dikalahkan, maka carilah musuh
yang paling dekat. Dan bila yang terakhir ini pun gagal, padahal Anda yakin
dekat dengan Allah dan berjihad di jalan-Nya, maka bunuhlah dirimu, karena
hidupmu sudah tidak lagi bermakna.
Kami, manusia waras, menyebut semua proyek ideologi takfiri
tersebut sebagai ideologi waham yang lahir dari dunia gelap kejahilan dan
diperjuangkan dengan gigih oleh sekelompok orang jumud yang percaya bahwa gelap
adalah terang. Jalan mereka menuju kehancuran dan kegagalan, sayangnya,
seringkali menyeret sekian banyak manusia yang sebenarnya juga datang dari alam
kebodohan. Tentu saja, drama takfiri yang sedang terjadi di Suriah, juga yang
sedang terjadi di Irak dan di Afghanistan -- dan juga sedang rajin
dimegaphonekan di seluruh Indonesia, bakal berujung pada pelajaran besar bagi
manusia normal.
Percayalah pada hukum sebab-akibat. Bukan apanya: ini semua
semata agar Anda dapat menjadi manusia pembelajar dan tidak bersikap seperti
burung onta yang menenggelamkan kepala di dalam pasit saat dikejar
pemangsanya.[*]
SUMBER: ISLAMTIMES
BalasHapussaya rahmawati seorang TKI DI HONGKONG
pengen pulang ke indonesia tapi gak ada ongkos
sempat saya putus asah apalagi dengan keadaan susah
gaji suami sayah itupun buat makan sehari2 sedangkan hutang banyak
kebetulan suami saya buka-buka internet mendapatkan
nomor MBAH jonoseuh katanya bisa bantu orang melunasi hutang
melalui jalan TOGEL dengan keadaan susah terpaksa saya
hubungi dan minta angka bocoran hongkong
angka yang di berikan 4D
ternyata betul-betul tembus 100% alhamdulillah dapat 277.jt
bagi saudarah-saudara di indonesia maupun di luar negri
apabila anda punya masalah hutang sudah lama belum lunas
jangan putus asah beliau bisa membantu meringankan masalah
ini nomor tlpn mbah jonoseuh 0823 4444 5588
demikian kisah nyata dari saya tampah rekayasa
dan ini bukan penipuan jadi silahkan anda buktikan sendiri..!!!